Karawangplus.com – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Ferry Sofwan Arief mengungkapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Karawang tahun 2018 tidak hanya tertinggi di Jawa Barat. Namun UMK Karawang juga tertinggi se-Indonesia. “Karawang bukan hanya tertinggi di Jawa Barat, tapi se-Indonesia,” kata dia.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memutuskan besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2018, Selasa, 21 November 2017 Menurut Ferry, UMK tertinggi di Jawa Barat saat ini dipegang oleh Karawang dengan nilai upah Rp 3.919.291,19. “Itu rekomendasi dari 27 bupati/walikota kenaikannya seluruhnya pada posisi 8,71 persen,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Ferry Sofwan Arief di Bandung, Selasa, 21 November 2017.
Ferry mengatakan, berita acara masing-masing daerah beragam. “Ada yang bulat mendorong bupati/walikota merekomendasikan kenaikan 8,71 persen, ada yang voting,” kata dia.
Menurut Ferry, kenaikan 8,71 persen itu mengacu pada PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Pada penghitungan upah 2018, Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan penghitungan kenaikan upah 2018 berdasarkan laju petumbuhan ekonomi 3,72 persen dan angka pertumbuhan ekonomi 4,99 persen.
Ferry mengatakan, Walikota Depok sempat mengirim rekomendasi kenaikan UMK daerahnya di atas 8,71 persen. Surat rekomendasi usulan UMK itu kemudian dikembalikan Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat. “Akhirnya Depok mengirimkan lagi usulannya dengan kenaikan 8,71 persen,” kata dia seperti dikutip Tempo.co
Penetapan UMK di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat diwarnai aksi unjuk rasa buruh yang menolak gubernur menggunakan formulasi penghitungan kenaikan upah menggunakan PP 78/2015 tentang Pengupahan.
Empat Federasi Serikat Pekerja (FSP) yakni FSP TSK SPSI, FSP LEM SPSI, FSP KEP SPSI, FSP RTMM SPSI menggelar aksi menolak penetapan UMK tersebut. “Penghitungan Upah Minimum begitu sederhananya yaitu formulasi Pasal 44 PP 78/2015, upah tahun ini dikalikan inflasi dan laju pertambahan penduduk menjadi upah minimum 2018. Itu yang ktia tolak,” kata koordinator aksi buruh itu, Ketua FSP LEM Jawa Barat Muhamad Sidarta di sela aksi itu, Selasa, 21 November 2017.
Sidarta mengatakan, penggunaan formulasi itu makin memperlebar disparitas upah yang terjadi di Jawa Barat. “Disparitas upah di Jawa Bart jomplang banget, ada yang RP 4 juta di Karawang ada yang Rp 1,5 juta di Pangandaran,” kata dia.
Penggunaan formulasi PP 78 itu membuat disparitas itu mungkin dipersempit. “Kalau upahnya merata, disparitasnya rendah, kesejahteraan makin meningkat,” kata Sidarta.
Sidarta mengatakan, tidak ada alasan pemerintah khawatir upah buruh terlalu tinggi. “Saya ambil contoh Karawang, walaupun tertinggi di Indonesia, tetap mau kok, industrinya tidak ada yang relokasi,” kata dia.
Sidarta mengatakan, buruh menginginkan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di tahun terakhir pemerintahannya berani menetapkan UMK tidak mengikuti PP 78/2015. “Kalau upah buruh naik, Insya Allah akan membuat daya beli meningkat, dan kesejahteraan meningkat. Sepertiga buruh di Indonesia itu ada di Jawa Barat, sehingga wajib dan layak bagi gubernur Jawa Barat mampu mensinergikan antara kepentingan investor, kepeintngan serikat pekerja dan kepentingan lainnya di sinergikan,” kata dia.
Kendati gubernur keukeuh menetapkan UMK dengan patokan PP 78, buruh mengancam akan terus menggelar aksi menolak penetapan upah itu. “Kita akan terus bererak, baik dengan lobi, negosiasi, gerakan masa. Dan kemungkinan besar akan kita gugat lewat jalur hukum,” kata Sidarta.
Dampak UMK Tertinggi
Sementara, dengan UMK tertinggi di Indonesia, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) setempat, Ahmad Suroto mengungkapkan, dampak dari kenaikan UMK itu akan sangat mengganggu dunia usaha di Karawang. Berdasarkan tahun sebelumnya, kenaikan UMK telah mendorong terjadinya pemindahan pabrik ke luar daerah.
“Akibat lebih jauh, terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap ribuan karyawan. Tahun 2017 ini sudah ada 12 ribu pekerja yang di-PHK,” kata Suroto.
Disebutkan, kenaikan UMK tahun 2018 dipastikan bakal mengganggu perusahaan yang bergerak di sektor tekstil, sandang dan kulit (TSK). Sebab, perusahan sektor TSK merupakan perusahaan padat karya yang banyak membutuhkan tenaga kerja.
“Perusahaan yang memilih pindah dari Karawang tahun 2017 semuanya bergerak di sektor TSK. Mereka tidak mampu membayar upah tinggi,” kata Suroto.